ASSALAMUALAIKUM Wr.Wb

Selamat datang di Forum Komunikasi Remaja Geduren
Hay..hai..buat kalian semua rekan-rekan anggota FOKREN..
mo lihat berita tentang FOKREN?
Datang dan share bersama saya di blog yang sederhana ini..blog nya anak muda yang kreatif dan inovatif....
Selamat menikmati.....

Banner

Kamis, 14 April 2011

DUNIA pers berduka. Tokoh jurnalistik sekaligus penulis buku, Rosihan Anwar dipanggil Yang Maha Kuasa. Tokoh tiga zaman ini wafat pada usia 89 tahun, setelah selama 30 menit mengalami anfal setelah terkena serangan jantung di RS MMC Jakarta.Tokoh kelahiran Kubang Nan Dua, Solok, Sumatera Barat, 10 Mei silam ini lebih dikenal sebagai tokoh pers Indonesia. Bahkan banyak kalangan menilai Pak Ros lebih tepat dikatakan sebagai sejarawan, sastrawan, dan budayawan.Rosihan yang memulai karier jurnalistiknya sejak berusia 20-an. Tercatat telah menulis 21 judul buku dan mungkin ratusan artikel di hampir semua koran dan majalah utama di Indonesia dan beberapa penerbitan asing.

Banyak cerita membanggakan dari sosok yang menjadi salah satu pendiri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Tidak akan cukup bila dikupas hanya dengan satu atau dua buku biografi. Untuk itu, dia dinobatkan sebagai wartawan multi zaman.Dalam berbagai cerita yang dimuat berbagai media massa atau buku biografi, Dosen tidak tetap Fakultas Sastra Universitas Indonesia mampu mamandang kehidupan dari sisi budaya, sosial, jurnalistik, politik hingga ekonomi. Hebatnya, almarhum mampu memandang semua aspek kehidupan tersebut secara beragam.

Kadang kala almarhum mengekspresikan dengan mengacungkan jempol, menggeleng kepala, melayangkan kritik tajam, bersikap sinis atau pun mengejek. Pak Ros menyatakan semua ekspresinya tersebut secara terbuka.Saat satu aparat penegak hukum berhasil menangkap teroris kelas kakap, Rosihan memuji keberhasilan kepolisian. Sebaliknya, almarhum mempertanyakan sekaligus bermakna protes ketika melihat beberapa tokoh hiburan di Indonesia mengubah tampilan selama bulan suci Ramadhan.Tidak sampai di situ kritik membangun yang disampaikan Rosihan. Pria yang pernah disekap penjajah Belanda di Bukitduri, Jakarta Selatan ini juga lantang menyampaikan fakta yang dilihat pada mantan persiden Republik Indonesia.

Salah satu pernyataan pedas yang disampaikan Pak Ros adalah kebiasaan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) para pemimpin negeri ini. Baginya, mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri sama seperti The Smiling General, Soeharto.

Rosihan memulai karier jurnalistiknya sebagai reporter Asia Raya di masa kolonial Jepang tahun 1943. Karier tertinggi jurnalistiknya dicapai ketika menjadi Pemimpin Redaksi Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961). Bahkan Pak Ros pernah menjabat Ketua Umum PWI selama empat tahun sejak sejak 1968.Peraih penghargaan Bintang Mahaputra III (1974) dan Anugerah Kesetiaan Berkarya sebagai Wartawan (2005) ini mengembangkan buah pikirannya. Bersama Usmar Ismail, pada 1950 didirikanlah Perusahaan Film Nasional (Perfini). Sebagai pemain dan produser film pernah dicobanya.

Berkat dedikasinya yang tinggi di berbagai sisi kehidupan, Rosihan Anwar dan Herawati Diah, yang ikut mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta pada 1946 mendapat penghargaan 'Life Time Achievement' atau 'Prestasi Sepanjang Hayat' dari PWI Pusat.Rosihan menikah dengan Siti Zuraida Binti Moh. Sanawi pada tahun 1947 dan dikaruniai tiga anak.

Selamat jalan Pak Ros. Semoga semua karya dan tauladanmu menjadi inspirasi berharga bagi generasi bangsa ini.

Pendidikan
HIS, Padang (1935)
MULO, Padang (1939)
AMS-A II, Yogyakarta (1942)
Drama Workshop, Universitas Yale, AS (1950)
School of Journalism, Columbia University New York, AS (1954)
Karier
Reporter Asia Raya, (1943-1945)
Redaktur harian Merdeka, (1945-1946)
Pendiri/Pemred majalah Siasat (1947-1957)
Pendiri/Pemred harian Pedoman, (1948-1961)
Pendiri Perfini (1950)
Kolumnis Business News, (1963 -- sekarang)
Kolumnis Kompas, KAMI, AB (1966-1968)
Koresponden harian The Age, Melbourne, harian Hindustan Times New Delhi, Kantor
Berita World Forum Features, London, mingguan Asian, Hong Kong (1967-1971)
Pemred harian Pedoman, (1968-1974)
Koresponden The Straits, Singapura dan New Straits Times, Kuala Lumpur (1976-    1985)
Wartawan Freelance (1974 -- sekarang)
Kolumnis Asiaweek, Hong Kong (1976 -- sekarang)
Ketua Umum PWI Pusat (1970-1973)
Ketua Pembina PWI Pusat (1973-1978)
Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat (1983 -- sekarang)
Kegiatan Lain
Wakil Ketua Dewan Film Nasional (1978 -- sekarang)
Anggota Dewan Pimpinan Harian YTKI (1976 -- sekarang)
Committee Member AMIC, Singapore (1973 -- sekarang)
Dosen tidak tetap Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1983 -- sekarang)
Karya
Ke Barat dari Rumah, 1952
India dari Dekat, 1954
Dapat Panggilan Nabi Ibrahim, 1959
Islam dan Anda, 1962
Raja Kecil (novel), 1967
Ihwal Jurnalistik, 1974
Kisah-kisah zaman Revolusi, 1975
Profil Wartawan Indonesia, 1977
Kisah-kisah Jakarta setelah Proklamasi, 1977
Jakarta menjelang Clash ke-I, 1978
Menulis Dalam Air, autobiografi, SH, 1983
Musim Berganti, Grafitipers, 1985
Penghargaan

Bintang Mahaputra III (1974)
Anugerah Kesetiaan Berkarya sebagai Wartawan (2005)
Life Time Achievement (2007)

Related Posts by Categories



0 komentar:

Posting Komentar